Latest Entries »

Mengangkat cerita legenda rakyat ke layar lebar memang bukan barang baru lagi dalam industri perfilman dalam negeri. Nampaknya, kisah mistis dalam negara ini seolah tidak ada habisnya. Namun, MD Pictures coba menggarap sesuatu yang lain. Dalam benak kita, bicara mengenai jembatan ancol memang lekat dengan ikon si manisnya.

Berbeda dengan Si Manis Jembatan Ancol, film Hantu Jembatan Ancol ini berkisah mengenai seorang mahasiswa bernama Nikko (Ben Joshua), bertunangan dengan Donna (Nia Ramadhani). Keadaan baik–baik saja hingga suatu hari Nikko bertemu dengan seorang waiters bernama Livi (Nadilla Ernesta) di sebuah cafe.

Nikko memutuskan untuk selingkuh dengan Livi, sementara, gadis ini tidak mengetahui, bahwa Nikko telah bertunangan. Suatu hari, Livi hamil dan ia meminta pertanggungjawaban Nikko. Tidak sanggup menerima kenyataan ini, Livi dibunuh secara tidak sengaja oleh Niko lalu membuang mayatnya dari atas jembatan ancol. Kemudian cerita bergulir dengan plot yang tidak jauh berbeda dengan film horor lain, arwah Livi terus menghantui Nikko.

Memang tampak jelas, bahwa dari segi cerita film ini dapat ditegaskan, bukan remake dari Si Manis Jembatan Ancol. Namun, alur cerita film ini sendiri tidak dapat dibilang spesial, bahkan cukup datar. Dengan mengandalkan genre horornya, mungkin sang sutradara ingin menonjolkan performa dari si hantu itu sendiri, yang memang dapat dikatakan setiap kemunculannya dapat mendebar degub jantung. Jalinan cerita asmara segitiga juga mampu tampil dengan baik meski memunculkan konflik yang biasa.

Yang disayangkan adalah, kata–kata favorit si hantu, baik dari masih hidup sampai mati, “Sayang, cinta ini milik kita berdua”, terlalu sering dimunculkan sehingga membuat jenuh mendengarnya. Ditambah unsur humor yang coba ditampilkan oleh teman nikki, Jojo (Dennis Adiswara), kurang berhasil membangun sisi komedinya.

Untungnya, sound yang mencengangkan dapat menyelamatkan film ini sehingga, tidak terlalu bosan menontonnya. Sementara, untuk visualisasi gambar dapat dikatakan tidak mengecewakan. Dan, di sisi lain, karakter para pemain tidak ada yang istimewa, bahkan Ben Joshua yang dapat dibilang mendominasi film aktingnya kurang dapat menuai decak kagum. Hanya Marsha Arwan, sebagai adik Nikko yang autis dapat bermain apik dan sesuai kebutuhan disini. ((source:  http://perfilman.pnri.go.id/kliping_resensi.php?1=1&a=view&recid=KRE-M02888))

Awal cerita Ferry, Rifky, Simon, Aryo & Steve sudah bersahabat sejak kecil. Saat mereka remaja, Steve harus pindah rumah mengikuti orang tuanya. Selang beberapa tahun, saat Steve akan melangsungkan pernikahannya, Steve kembali datang kelingkungan tempat tinggal lamanya untuk mengundang ke empat sahabat karibnya. Simon yang tidak mau kehilangan momen berharga yaitu kesempatan untuk bertemu dengan Steve, langsung mengatur sebuah pesta bujang dengan membuat kejutan untuk Steve dan sahabatnya.

Di sebuah rumah tua, Simon mengajak keempat sahabatnya dan mengundang seorang penari perut yang sexy bernama Safira. Akan tetapi karena sebelumnya Safira telah menerima 5 order tarian yang membuat Safira terlalu letih dan sangat mengantuk, sehingga hal ini membuat acara Simon Cs menjadi hampir berantakan. Sebagai alternatif pengganti, Simon mengeluarkan permainan “Jangka Setan” yaitu permainan memanggil arwah dengan menggunakan media jangka. Simon membacakan semua mantra, membuat Aryo ketakutan, sedangkan yang lain sangat menyukai permainan itu.

Saat suasana mulai aneh, tiba-tiba seseorang yang cukup disegani yaitu Pak Burhan dan dua orang hansip yaitu Hansip Japra dan Hansip Adung datang membubarkan acara mereka.

Ketika Steve sampai dirumah, ia mengalami keanehan dan diganggu oleh Hantu Wanita Tua yang telah terpanggil oleh mereka. Keesokan harinya mereka semua mulai dihantui oleh beberapa mahluk halus. Ferry juga bertemu dengan seorang gadis misterius yang mulai mencuri hatinya. Bagaimana Ferry Cs dapat menghadapi masalah yang kini datang dan semakin lama semakin menimbulkan konflik pada persahabatan mereka??? Dan akankah juga Ferry menemukan cinta sejatinya?Film yang berjudul ‘Hantu Biang Kerok’ merupakan sebuah film bergenre horor garapan sutradara We We dibawah rumah produksi Djakarta Pictures.

Film ini menceritakan tentang sekelompok anak muda yang membuat pesta untuk melepas masa lajang slah satu sahabatnya. Namun, dalam pesta tersebut malah berubah dengan adanya penampakan sosok-sosok hantu.

Secara keseluruhan film berkesan dengan film-film horor yang diproduksi tahun 1980-an. Pasalnya film ini mengambil setting kehidupan kampung betawi dengan horor yang dicampur banyolan betawi.

Sementara itu, mengenai cerita yang diangkat, maka film ini merupakan film horor biasa yang banyak beredar di Indonesia. Tidak ada sesuatu yang baru dari cerita yang ditampilkan, bahkan film ini lebih seperti FTV. ((soutce: http://film.indonesiaselebriti.com/ulasan_film/Review/232132605326))

Film yang berjudul ‘Kutukan Suster Ngesot’ ini merupakan sebuah film bergenre horor yang disutradarai oleh David Purnomo.

Jika dilihat dari tujuan film ini untuk membuat penontonnya mencekam. Film ini sepertinya belum berhasil mencapai tujuannya dengan genre horor. Pasalnya dalam film horor kali ini tidak menampilkan sesuatu yang berbeda dengan film-film horor Indonesia sebelumnya.

Tak hanya itu, dalam beberapa adegan pun terdapat sesuatu yang membuat penontonnya kurang nyaman. Karena dalam adegan jalanan putus dan harus memotong jalan dan menggunakan sudut pengambilan gambar diatas, terlihat jelas dengan menggunakan efek yang sangat kasar.

Sementara itu, dalam film ini tidak menampilkan jalan cerita yang baru. Seperti pada umumnya film horor di Indonesia. Hanya menampilkan sosok hantu, dan ditambah dengan backsound yang mencekam, dan tentunya bumbu dimana terdapat gadis-gadis seksi berpakaian minim yang sangat tak pas dengan setting cerita film ini.

Bahkan dalam film ini, hampir sulit ditemui pesan postif apakah yang akan disampaikan oleh sutradara kepada penontonnya. Pesan disini hanya menampilkan sosok hantu suster ngesot yang akhirnya berhasil membunuh orang yang telah membunuhnya

((source: http://film.indonesiaselebriti.com/ulasan_film/Coming%20Soon/283295524316/KUTUKAN-SUSTER-NGESOT))

“Demam Horor” nampaknya masih melanda perfilman Indonesia, dengan hadirnya kembali film produksi MD Pictures yang bertajuk Suster Ngesot. Film ini sendiri merupakan film  dari MD Pictures , Suster Ngesot merupakan debut pertama dari Arie Azis sebagai sutradara layar lebar dan penulisannya digarap oleh Aviv Ilham.

Suster Ngesot sendiri bercerita mengenai dua orang suster bernama Vira (Nia Ramadhani) dan sahabatnya yang seksi, Silla (Donita). Dari Bandung mereka menuju Jakarta untuk menjalankan tugas mereka. Disitulah Silla dikenalkan dengan Mike (Mike Lewis), kekasih Vira, seorang mahasiswa Australia yang berada di Indonesia.

Selama di tempat tugas mereka, Vira dan Silla tinggal di sebuah kamar di asrama yang sudah lama ditutup. Konon kamar tersebut diselimuti suasana angker dan menyeramkan. Vira lalu bertemu Mak Sahroh, tukang cuci yang tahu banyak tentang cerita tentang kamar itu. Mak Sahroh menuturkan bahwa dua puluh tahun yang lalu ada seorang suster cantik bernama Lastri Sulistia yang mati dibunuh oleh kekasihnya di kamar tersebut.

Vira yang mendapat firasat buruk, mencoba memberitahu Silla dan Mike, namun mereka tidak peduli. Bahkan, Mike dan Silla diam-diam menjalin hubungan cinta. Hal yang ditakutkan pun terjadi, Hingga suatu saat Vira mendapat tanda bahwa korban berikutnya adalah Mike. Saat sang Suster Ngesot mulai menyerang, semakin terungkaplah satu persatu misteri yang semakin membuat misterius dari semua yang ada di tempat tersebut.

Mengomentari film ini, sepertinya Arie Azis cenderung mengikuti kebiasaan atau pakem umum dari film horor Indonesia yang pernah ada sebelumnya. Unsur mengejutkan dan adegan dimana sang suster yang menjadi hantu mendatangi korbannya, masih cenderung terlihat sangat biasa, seperti kemunculan sang suster dari balik kasur ataupun sorot mata dan gerakan menoleh, dengan memfokuskan pada kedua bola mata sang suster.

Arie dan tim kreatifnya yang memanfaatkan sebuah gedung tua di daerah Bogor, Jawa Barat, sepertinya kurang memaksimalkan lokasi pengambilan film ini. Penambahan properti tua ataupun sampah yang berserakan terlihat sangat janggal dan penonton pun seperti dipaksa untuk tahu bahwa itu semua sekadar setingan belaka. Properti yang digunakan pun terlihat masih baru dipakai dan hanya mengandalkan jaring laba-laba di setiap ruangan untuk menampilkan kesan usang. Hal tersebut terlihat dalam sebuah adegan dimana Suster Ngesot mendatangi dokter Herman yang kemudian kabur dan terjebak dalam sebuah gudang.

Demikian juga skrip cerita yang dibuat oleh Aviv Elham, terkesan biasa-biasa saja. Dengan menampilkan kemunculan sang suster di awal, cukup membuat ketegangan, namun kemunculan-kemunculan berikutnya justru terlihat monoton. Namun ada satu yang menarik dari apa yang coba ditampilkan oleh Aviv, yaitu dengan meramu sebuah misteri tentang siapa sebenarnya sosok Mak Saroh ataupun sosok nenek-nenek yang muncul dengan tongkatnya itu.

Berbicara akting para pemainnya, Nia Ramadhani cukup baik memerankan tokoh Vira. Namun demikian jelas bahwa Nia masih belum bisa sepenuhnya lepas dari kebiasaan akting-aktingnya di sinetron. Ditambah dengan aksesoris seperti kalung dan anting yang agak berlebihan, karena sebetulnya peran mereka adalah suster yang tinggal di asrama perawat, yang seharusnya berpenampilan se-orisinil mungkin layaknya suster.

Hal yang sama juga terlihat pada Donita yang memerankan Silla. Ia juga mengenakan berbagai aksesoris layaknya finalis “gadis sampul” yang masuk karantina. Entahlah, apakah team kreatif yang kurang teliti, ataukah memang seperti itu kebiasaan di sinetron kita ya?. Akting Donita cukup lumayan walaupun tampak tidak natural dalam memerankan beberapa adegan tertentu, seperti dalam satu adegan ia harus terkejut beberapa kali dalam waktu yang hanya berselang sekitar 5 sampai 10 detik, jelas dia harus lebih banyak belajar lagi. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat ini adalah pertama kalinya ia berakting di film layar lebar.

Mike Lewis yang belum fasih berbahasa Indonesia, terkesan dipaksakan untuk berperan sebagai Mike, ia ditampilkan sebagai mahasiswa yang baru 8 bulan tinggal di Jakarta yang juga merupakan kekasih dari Vira. Entah apa alasannya untuk memilih Mike yang berbahasa Indonesia saja masih belum fasih sehingga dialognya pun tergagnggu. Mungkin, salah satu alasan yang masuk akal adalah, Mike memiliki paras yang cukup menjual untuk kalangan masyarakat Indonesia. Untuk menggambarkan seseorang yang baru tinggal di Indonesia, seharusnya Aviv Ilham bisa lebih menggambarkan lebih jelas asal usul Mike dari awal kemunculannya.

Penampilan yang baik justru ditunjukkan oleh para pemain senior seperti Jajang C Noer, Arswendy Nasution serta Mastur. Kematangan akting mereka jelas terlihat, sehingga nampak kualitas akting para bintang muda tersebut tidak sebanding dengan para pemain senior tersebut.

Dengan demikian, ada baiknya casting untuk seorang bintang film harus dilandasi oleh kualitas akting yang maksimal dan bukan karena faktor popularitas belaka. Buktinya, Lia Waode (yang tidak populer seperti Nia Ramadhani) yang berperan sebagai Lastri / Suster Ngesot terlihat cukup pas dalam memerankan karakter tersebut. Sayangnya rias rambut dan wajah Suster Ngesot yang lumayan seram, terganggu oleh tempelan-tempelan luka di tangan dan kaki yang terlihat kurang natural.

Secara keseluruhan film ini memang masih terlihat sama dengan film-film horor Indonesia sebelumnya. Namun bukan berarti film ini tidak mempunyai kelebihan. Arie Azis sang sutradara terlihat cukup baik dalam memainkan komposisi cahaya, ataupun ilustrasi musik yang muncul tiba-tiba saat ketegangan terjadi, cukup membuat orang yang menonton terhentak sesaat dari bangkunya.

((soutce: ruangfilm.com))

Film Hantu Jeruk Purut adegan awal dibuka lewat seorang kakek yang berada di kawasan pemakaman Jeruk Purut pada malam hari serta dilanjutkan lewat tiga orang remaja yang penasaran dengan mitos hantu Pastur Jeruk Purut. Untuk melepaskan rasa penasaran, mereka menuju TPU Jeruk Purut dan mengitari lokasi kuburan sebanyak tujuh kali yang merupakan syarat apabila ingin bertemu sang hantu tersebut.

Sementara untuk alur cerita utama dimulai lewat seorang novelis (Yulia) perempuan yang ingin akan menyelesaikan tulisannya mengenai kisah Hantu Jeruk Purut. Sementara itu, seorang pelajar SMA bernama Airin (Angie Virgin) yang juga mempunyai hobi menulis sangat tertarik lewat karya-karya sang novelis tersebut. Namun sebuah kejadian janggal menimpa sang novelis dan sempat memberi amanat kepada Airin untuk meneruskan tulisannya mengenai Hantu Jeruk Purut.

Dipenuhi rasa penasaran mengenai tulisan Hantu Jeruk Purut dan amanat yang diberikan kepadanya, Airin mengajak Nadine (Sheila Marcia) dan Cessa (Valia Rahma) sahabatnya untuk ikut ke TPU jeruk Purut agar mendapatkan hasil serta bahan untuk menyelesaikan tulisan warisan sang novelis idolanya.

Namun semenjak mengunjungi TPU Jeruk Purut, Airin mulai dihantui mimpi-mimpi buruk serta seperti ada mahluk halus yang selalu berada di sekelilingnya. Belum usai persoalan tersebut, Ibunda Airin (Reni) mengalami depresi berat semenjak ayah Airin menikah dengan wanita lainnya serta Airin juga harus menghadapi Valen (Samuel Heckebucker) yang merupakan pacar Nadine dan ternyata menyukai Airin.

Mimpi buruk Airin dihinggapi oleh sosok Laksmi (Erna) yang mengungkapkan bahwa Ia merupakan pelayan seorang Pastur pada jaman dahulu. Antara sadar dan mimpi Airin seringkali dihantui Laksmi yang meminta untuk menghentikan tulisan Airin karena bukan cerita yang sebenarnya dalam menggambarkan kisah hantu Pastur Jeruk Purut sebenarnya.

Teka-teki mengenai Laksmi serta siapakah hantu Jeruk Purut sesungguhnya membuat Airin mulai diteror yang semakin lama sepertinya nyata dalam kehidupan Airin. Tidak itu saja, teror sang hantu Jeruk Purut dan Laksmi juga menghinggapi teman-teman Airin.

Untuk sebuah film horor, akting Angie yang ngetop lewat Virgin cukup bagus dan tidak buruk. Sementara untuk aktris muda seperti Sheila Marcia, Valia Rahma, serta Samuel juga tidak terlihat kaku dan bermain cukup baik. Hanya akting Reni yang berperan sebagai ibunda Airin dan Yulia yang berperan sebagai novelis terlihat lumayan kaku dan kurang menarik.

Lightning serta efek yang ditampilkan juga terlihat baik serta tidak menganggu kenyamanan penonton dalam menikmati film ini. setting rumah sakit yang ditampilkan juga cukup seram, walaupun secara logis sepertinya rumah sakit tidak akan terlalu sepi dan terlihat sangat gelap seperti yang ditampilkan dalam film ini.

Adegan mengangetkan yang disodorkan kepada penonton dengan manipulasi mimpi sebenarnya cukup baik dan cukup membuat penonton puas, hanya saja ketika hal itu terjadi terlalu sering, tentunya akan membuat penonton menjadi bosan. Sedangkan sebuah film horor penonton menginginkan sesuatu yang baru pada setiap scene seram yang ditampilkan.

Secara keseluruhan film horor besutan Koya Pagayo ini jauh lebih baik dibandingkan film horor Bangku Kosong. Efek, lightning, serta akting pemain menjadi nilai plus film ini.  Kelogisan cerita cukup aneh ketika sang hantu juga ikut meneror ibunda Airin, sehingga ini juga menjadi kelemahan film ini. Namun penyelesaian misteri mengenai siapa hantu Jeruk Purut sebenarnya cukup berjalan mulus
((source: http://clubmovie.multiply.com/reviews/item/34))

Film yang berjudul ‘Kuntilanak Kamar Mayat’ ini merupakan sebuah film bergenre horor garapan sutradara Nayato. Film produksi Rafi Film ini menceritakan tentang Dini yang mencari kakaknya Miranda yang pergi meninggalkan rumahnya. Namun, setelah kepergian sang kakak, dirinya sering menjumpai mimpi dan penampakan sosok hantu. Hingga akhirnya Dini mengetahui maksud dari kejadian-kejadian aneh tersebut.

Secara keseluruhan, film yang mengangkat genre horor ini telah berhasil mencekam penontonnya. Walau gaya horor di Indonesia masih tetap sama dengan film-film lainnya. Masih sebatas Kuntilanak dan Pocong.

Pada dasarnya film horor ini masih serupa dengan film horor Indonesia lainnya, yang menampilkan musik yang menegangkan, adegan-adegan yang mengagetkan dan disertai scene-scene kocak untuk menurunkan ketegangan penonton.

Secara cerita film ini masih tetap koridor dasar sebuah film horor. Dimana hal itu diakui oleh sang produser yang mengatakan kalau film ini masih berkisar tentang siapa yang menuai perbuatan tentu akan menghasilkan akibat yang harus ditanggungnya.

Namun, ada beberapa scene dimana sutradara terlalu berlebihan dengan menampilkan penampakan hantu. Hal itu dapat dilihat ketika adegan Moncil membeli baso, yang dalam satu scene memberikan penampakan hantu hingga tiga kali, sehingga yang tadinya satu kali penampakan atau dua kali penampakan telah mampu menciptakan suasana mencekam jadi malah sebaliknya.

Meski demikian, apa yang telah diproduksi oleh para sineas Indonesia, maka kita wajib memberikan semangat kepada perfilman Indonesia yang mulai bangkit dari tidurnya
((source: http://film.indonesiaselebriti.com/ulasan_film))

Film lantai 13 merupakan film berjenis horror. Dalam film ini memang agak berbeda dengan film-film horror lainnya. Biasanya film horror di Indonesia banyak menampilkan unsur-unsur mengangetkan, atau dengan comedian yang lucu.
Lantai 13 mencoba menyuguhkan sebuah tontonan horror yang menarik, jauh dari keangkeran dan kesunyian. Pada film ini, Penonton diajak untuk merasakan suasana mencekam yang sengaja diciptakan sang sutradara.
Dalam hal ini, film ini juga mengadopsi jenis atsmoferic horror. Dimana sang tokoh, Luna selalu dihantui dengan menyebutkan lantai 13. Selain itu, dalam Lantai 13 ini hanya menampilkan sekitar 2 atau 3 adegan yang mengangetkan, serta beberapa adegan komedi yang mampu menurunkan ketegangan.

Cerita sendiri dimulai dengan seorang gadis yang datang ke sebuah gedung jangkung di ibukota diantar sang pacar yang wartawan Rafael (Ariyo Wahab) . Luna (Widi Mulia), namanya, rupanya mendapat panggilan kerja dan bertemu Laras (Virnie Ismail) yang mengajaknya ke lantai 13. Sesaat kemudian aura aneh menyelimuti tempat tersebut. Keanehan itu dimulai dengan fakta bahwa surat panggilan untuk Luna ternyata sudah setahun kadaluwarsa, namun masih diterima kerja di sana oleh Ibu Siska (Bella Esperance). Jabatannya sekarang sebagai sekretaris Albert (Lukman Hakim). Keanehan lain adalah munculnya Kuntara (Tio Pakusadewo), orang kepercayaan sang bos yang misterius. Belakangan, hidup Luna sendiri kini dipenuhi dengan suara-suara aneh yang menghantui benaknya. Ada apa di balik semua itu?
(( source: http://demo.indonesiaselebriti.com/indoseleb2009.film/ulasan_film/ArchivesF/368720644312/LANTAI-13 ))

Masih menggunakan komposisi yang sama dengan film pendahulunya: campuran girls in bikini dengan funny dialog dan penampakan setan mangap.

Cerita yang ditawarkan dalam Pulau Hantu 2 hampir tidak berbeda jauh dengan Pulau Hantu jilid pertama. Sekumpulan pemuda – pemudi berlibur di sebuah pulau di tengah laut. Mereka adalah Aura (Wiwid Gunawan), Tya (Garneta), Marsha (Astrid Satwika ), Brian (Nicky Tirta) dan Joe (M.Riza). Keberadaan mereka di pulau berhantu tadi adalah untuk merayakan pernikahan teman mereka, Michael (Reza Rahadian) dan Kayla (Uli Auliani). Agar ada kaitan dengan seri pertama, dihadirkan Dante (Ricky Harun) dan Nero (Abdurrahman Arif).

Seperti seri pertama, para pemuda – pemudi tadi yang dilarang memasuki kawasan terlarang di belakang pulau, dengan acuhnya melanggar larangan tadi. Selanjutnya mudah ditebak, si setan mulai melancarkan aksinya tanpa adanya penjelasan yang cukup kenapa dia begitu kurang kerjaan menunjukkan dirinya. Tanpa etika, si setan mulai menebarkan terror di tengah balutan komedi konyol, yang konyolnya terasa lucu.

Cerita film ini memang amat sangat sederhana dan terkesan membodohi logika, seperti adegan lari di tengah hutan yang terlalu lancer, padahal kondisinya terjadi di waktu malam hari.  Pemunculan hantunya yang tidak terlalu mengejutkan seperti halnya di Pulau Hantu seri awal. Belum lagi adegan pembantaian di akhir cerita, dimana disisi yang lain para figuran sibuk berpesta pora seakan terpisah dari cerita.

Namun untungnya film ini lumayan memberikan beberapa penebusan dosa yang lumayan segar. Duet kocak Ricky Harun dan Abdurrrahman Arif mengalir dengan enak dan menghibur, meski kekonyolan mereka hadir terlalu berlebihan hingga akhirnya membuat sedikit muak. Secara visual, terlihat digarap dengan lebih serius oleh Jose Purnomo. Dari gambar – gambar yang dihasilkan, terlihat betapa terampilnya Jose dalam mengolah gambar. Penggunaan GPS oleh para tokohnya merupakan sebuah langkah cerdas dan kreatif.

Pulau Hantu 2 memang sibuk menghadirkan humor konyol dan “potensi yang menonjol” para pemain ceweknya. Akibatnya Jose seakan menafikkan unsure utama sebuah film horror yakni menakut – nakuti penonton. Dibandingkan seri pertama, efek kejut dari pemunculan sang hantu sangat jauh berkurang. Tanpa ekspektasi berlebihan, film ini mampu menghadirkan hiburan yang cukuplah.

(( source: http://www.monyetpinter.com/index.php?itemid=92))

Pulau Hantu

Film  horor produksi Multivision Plus Pictures yang diproduseri oleh Raam Punjabi, Pulau Hantu, kebanyakan mengambil setting di pantai, namanya juga pulau tak dikenal.  Cerita ini diawali oleh sekelompok remaja pergi berlayar ke sebuah pulau (Bunaken?). Ternyata, bapaknya yang punya kapal menyuruh anaknya yang memakai kapal itu untuk segera mengambil arah pulang karena membawa kapal tanpa izin. Karena harus nurut, tapi masih pengen jalan-jalan mereka semua turun di sebuah pulau yang bukan tujuan mereka tapi ada tempat resornya. Belakangan diketahui bahwa pulau itu ada pemiliknya, dan anak perempuannya diceritakan mati tenggelam dan kini mengantui pulau itu.
Dengan banyak beradegan di pantai, tak pelak lagi, banyak abege-abege cewek ceking ini berpakaian bikini berenang ke sini berenang ke sana, naik jetski dan blah blah lainnya. Akhirnya, film ini menjatuhkan kelasnya sendiri ke bawah kelas film Warkop DKI. Belum lagi hantunya sendiri digambarkan mangap terus.
Ending filem, ketika hantu perempuan itu berhasil memojokkan anak-anak remaja tadi, si ayah muncul, “Tania, hentikan!” Dan dimulailah percakapan kosong dan anak-anak remaja tadi berhasil kabur selagi hantunya diajak ngobrol sama ayahnya. Yang menjadi pertanyaan dari tadi ayahnya ngapain aja selagi hantunya asik ngebantai yang lain? Ngumpulin keberanian buat ngadepin hantu anaknya sendiri? Akhirnya Sang ayah meluk anaknya memohon supaya jangan ngebunuh lagi, hiduplah dengan tenang. Dan, tiba-tiba muncullah hantu anak perempuan yang sebenarnya. Ternyata, ayahnya lagi meluk hantu perempuan lain Siapa hantu yang lagi dipeluk sang Ayah itu? Tidak  diceritakan, mungkin dianggap tidak penting  menurut pembuat cerita, produser dan sutradaranya. Akhirnya bapaknya dicekik oleh hantu perempuan tadi. Anak yang hantu itu? Ya sudah, muncul sekali itu saja.
Masih banyak adegan-adegan lain yang menurut saya rancu dan pasaran, mudah ditebak dan tidak membuat penonton penasaran.

Kuntilanak Beranak

Ketika mendengar judul film ini pertama kali, mungkin banyak yang mengira film ini adalah film horor komedi. Ternyata film ini adalah film bergenre horor murni. Diproduksi oleh Mitra Pictures, film ini memiliki judul yang cukup kocak.  Pasalnya, berkesan dengan sesuatu yang tak masuk akal. Meski demikian, film ini bisa memberikan suasana mencekam. Salah satu kelemahan film ini adalah dibintangi oleh pemain pemain yang kurang terkenal, seperti Garneta Harun, Monique Henry, Dion Wiyoko, Vikri Rahmat, Ismi Melinda. Dikisahkan, obsesi Bimo adalah membuat tayangan televisi yang berbau horror dengan konsep yang belum pernah ada. Bersama Mia, Aline dan Bobby mereka sepakat akan menguak cerita tentang seorang ronggeng yang hilang.
Di saat mereka akan melakukan perjalanan mencari kampung di mana ronggeng itu hilang, salah satu teman mereka memaksa mereka untuk ikut. Akhirnya mereka semua setuju Dea ikut dengan mereka. Di kampung tersebut, tak satu orangpun mau bercerita tentang peristiwa yang membuat ronggeng itu hilang.
Sampai disitulah mulai keseraman dan teror mencekam, silahkan menonton.